5.9.09

solitaire

beberapa hari yang lalu aku berkesempatan mengantarkan ibu untuk check up ke dokter mata. masalah kesehatan menjadi isu yang lumrah ketika usia sudah melampaui setengah abad. tapi disini aku tidak akan membahas mengenai ibu dan sakitnya. melainkan apa yang aku temui sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

berkendara di malam hari rasanya sudah begitu lama tidak kulakukan. sejak aku memutuskan untuk tidak bekerja hingga senja menghilang. maka malam itu, ketika aku mengantar ibu, yang juga merupakan malam ramadhan, aku menikmati pemandangan dan udara yang membawaku bernostalgia.

aku harus melewati beberapa masjid untuk dapat sampai ke rumah sakit. yang pertama aku lewati adalah sebuah masjid yang dulu adalah tempat aku melaksanakan shalat tarawih pada bulan ramadhan. tapi itu dulu, dulu sekali waktu aku masih menyebut diriku anak-anak yang periang.

aku melewati masjid itu, tepat ketika adzan tanda sholat isya dikumandangkan. tampak oleh ku beberapa manusia yang beriman bergegas menuju masjid, juga tampak beberapa anak kecil yang dengan riang berlarian menuju rumah ibadah itu. dan aku entah kapan terakhir kali melangkahkan kaki ku menuju tempat itu. rasanya sudah lama sekali :)
setelah lima tahun lamanya menghabiskan ramadhan di rantau untuk menyelesaikan studi ku. ini adalah tahun ketiga aku melaksanakan ramadhan di rumah. dan telah tiga tahun pula aku menjadi manusia solitaire.

maksud ku adalah, sejak kembali ke rumah, aku menghabiskan malam-malam ramadhan dengan sholat tarawih seorang diri di rumah. aku sangat menikmati keheningan yang tercipta ketika semua penghuni rumah pergi ke masjid dan hanya meninggalkan ku seorang.

bukannya aku tidak tahu bahwa sholat berjamaah jauh lebih utama daripada sholat seorang diri, bukan hanya dari segi pahala, namun juga dari segi IPOLEKSOSBUDHANKAM (halah...) pinjam istilah pelajaran PKN :)

selama ramadhan dirantau aku menghabiskan malam-malamnya dalam keheningan. tetapi aku tidak solitaire saat itu. aku melaksanakan sholat tarawih berjamaah di mushola kos-kosan dengan sesama penghuni kos yang jumlahnya tidak lebih dari dua puluh orang.

ketika kembali ke rumah aku sempat mencoba untuk kembali berbaur dengan masyarakat dan sholat di masjid. tetapi kegaduhan yang terjadi jauh diluar kendali dan ambang toleransi. jumlah jamaah yang banyak, masjid yang penuh sesak, tempo sholat yang begitu cepat, sampai tingkah polah anak-anak membuatku kehilangan makna sholat. aku ill feel. dan sejak itulah aku memutuskan untuk menjadi solitaire.

dan perjalan malam itu mengingatkan aku tentang masa lalu.
bukankah dulu aku juga pernah menjadi anak-anak pengganggu? namun ibu tetap membimbing langkahku ke masjid untuk belajar mengenal agama ku.
dan yang lepas dari perhitunganku adalah bahwa hidup bukan melulu tentang aku dan TUHAN, tapi juga tentang aku dan MEREKA.

dengan menjadi solitaire aku memang menikmati benar kebersamaan ku dengan TUHAN, namun aku kehilangan begitu banyak hal dengan MEREKA. setelah lima tahun di rantau dan tiga tahun menghilang, aku tidak dikenal ataupun mengenal banyak tetanggaku. aku tampak seperti makhluk asing ketika melaksanakan sholat ied di masjid. aku kehilangan tali silaturahmi, aku kehilangan makna hidup dengan manusia.

aku menjadi makhluk solitaire di dunia yang penuh dengan manusia.


No comments:

Post a Comment