18.9.09

home



ketika libur lebaran tiba, satu hal yang tak bisa lepas adalah tradisi mudik. jutaan penduduk indonesia penuh semangat mengikuti tradisi ini. berbagai macam cara ditempuh untuk bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga. dari cara yang paling aman dan nyaman hingga cara yang jauh dari itu. yang penting bisa pulang.

tinggal di jalur pantura membuat ku berkesempatan untuk menyaksikan siaran langsung agenda para pemudik tanpa harus stay tuned di tv tertentu. setiap kali melihat rombongan pemudik yang lewat aku merasakan gemuruh yang aneh dalam hati. terutama ketika melihat rombongan belalang tempur (istilah aku dan kakak menyebut pemudik sepeda motor, yang suka satria baja hitam pasti tahu alasannya).

dari tahun ke tahun ritual mudik tidak pernah surut bahkan cenderung bertambah dalam jumlah. dan ada satu hal yang meningkat seiring meningkatnya jumlah pemudik, yaitu kecelakaan. tak jarang pula yang menyebabkan korban jiwa.

apa yang membuat para pemudik itu rela mati demi sebuah kata "pulang". ada apa dengan rumah mereka di kampung yang membuat mereka rela berkorban nyawa untuk bisa sampai ke sana dan merayakan lebaran. kebanyakan dari pemudik itu tidak pulang ke rumah-rumah yang mewah, yang berpilar beton, yang berpintu kayu jati, yang bersofa kulit, yang bantalnya berisikan bulu-bulu angsa, dengan lantai marmer yang menyilaukan mata.

kalau rumah didefinisikan sebagai hal-hal diatas, tentulah mudik tidak akan menjadi ritual yang menghebohkan hingga rela nyawa melayang. para pemudik itu tentunya memiliki pemaknaan yang berbeda tentang kata "pulang" dan "rumah". dan akupun memiliki konsep pemaknaan yang lebih luas ketika berkata "i just wanna go home" setelah melalui hari yang penat.

Home = Rumah
Go Home = Pulang

bagiku, sebuah rumah yang membuat aku selalu ingin pulang adalah sebuah bangunan kemanusiaan. rumah itu berpilarkan cinta, dengan dinding kasih sayang. gentengnya terbuat dari lembar-lembar pengertian, pintu dan jendelanya adalah kehangatan. ruang tamunya dihiasi oleh sofa kebahagiaan, dan dapurnya penuh dengan bumbu-bumbu keceriaan. rumah adalah sebuah bangunan kemanusiaan yang didalamnya penuh dengan hiasan-hiasan keyakinan, semangat, kejujuran dan kepercayaan. di dalam rumah mengalir udara iman dan takwa yang selalu menyejukkan.

mungkin itulah sebuah rumah yang membuat setiap orang ingin pulang. tak peduli apapun resiko yang harus ditempuh. karena di rumah, kita diterima sebagai kita, kita memberi sebagai kita, kita bisa melepaskan semua atribut, semua topeng, kita adalah kita yang sesungguhnya kita.

jadi benar apa yang dikatakan Jason Mraz dalam lagunya yang berjudul "Lucky"
.... Lukcy to have been where i have been
Lucky to be coming home again....... 



jadi, kenapa hanya diam dan membaca. ayo mulai jadikan rumah kita sebagai tempat yang layak untuk pulang :)

salam,
Dwizan


No comments:

Post a Comment